Sitemap

Peringatan Hari Anak Hanyalah Selebrasi?

 Oleh : Vikhabie Yolanda Muslim

Baru-baru ini, tepatnya pada tanggal 23 Juli 2023, kita telah memperingati Hari Anak Nasional (HAN). Pada tahun ini, Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mengangkat tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. Peringatan Hari Anak Nasional setiap tahunnya diperingati secara meriah, termasuk pemberian penghargaan provinsi, kabupaten dan kota layak anak. Pada tahun ini, ada 360 kabupaten atau kota yang dianugerahi penghargaan kabupaten kota layak anak, dan ada 14 provinsi yang dianugerahi penghargaan provinsi layak anak (kemenppa.go.id, 23/07/2023). 

Seremonial keduanya diklaim pemerintah sebagai wujud kepedulian terhadap pemenuhan anak-anak. Hanya saja, peringatan hari anak dan penghargaan layak anak ini tak ubahnya seremonial semata, yang setiap tahun dirayakan dengan meriah, pun disertai slogan-slogan yang luar biasa.

Namun faktanya di lapangan, justru memprihatinkan. Data dari Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia pada rapat kerja nasional BKKBN pada 25 Januari lalu, prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022. Meskipun diklaim turun, jumlah 21,6% tentu bukan angka yang sedikit. Artinya masih banyak anak yang mengalami stunting akibat tidak tercukupi gizinya (antaranews.com, 23/07/2023). 

Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2021 menunjukkan bahwa 4 dari 100 anak laki-laki, dan 8 dari 100 anak perempuan usia 13 hingga 17 tahun, baik di perkotaan maupun pedesaan mengalami kekerasan seksual dalam bentuk apapun sepanjang hidupnya. Kasus kekerasan seksual bahkan cenderung terus meningkat. Sepanjang Januari sampai 28 Mei 2023, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat 9.645 jumlah kasus kekerasan hingga tingkat kriminal terhadap anak, dengan kasus terbanyak keterangan penjual sebanyak 4.280 kasus (databoks.katadata.co.id, 29/12/2021). 

 Selain itu, marak kasus pergaulan bebas yang menyerang anak-anak, sehingga mereka nyaman ketika melakukan tindakan amoral seperti bullying, perzinahan, narkoba, flexing, kekerasan, pelecehan dan sejenisnya. Realita yang ada, sejatinya menunjukkan buah buruknya penerapan sistem kapitalisme. Sistem yang lahir dari asas pemisahan agama dari kehidupan atau sekulerisme, membuat anak-anak di didik dengan cara pandang materi dan kepuasan. Alhasil, mereka tumbuh menjadi sosok anak-anak yang tidak takut melakukan tindakan kriminal maupun kekerasan. Bahkan yang lebih mengerikan, cara pandang sekularisme-kapitalisme, menjadikan anak-anak sebagai objek pemuas nafsu, sehingga mereka menjadi korban pelecehan seksual dan korban kekerasan orang-orang di sekitarnya.

Sekularisme-kapitalisme inilah kini yang memelihara nilai-nilai kebebasan, sehingga mereka hanyut dalam budaya liberal dan permisif. Sehingga mereka menikmati dunia pergaulan bebas. Bahkan kapitalisme membuat negara dan keluarga menjadi miskin, sebab kekayaan alam yang seharusnya diberikan kepada rakyat justru dikuasai korporasi. Akibatnya anak-anak mengalami stunting karena faktor kemiskinan. 

Kapitalisme sejatinya telah gagal memenuhi hak dan kebutuhan anak-anak. Karena itu, masyarakat sudah seharusnya menyadari bahwa sistem ini tidak layak untuk dipertahankan. Begitu pula kita sebagai muslim, sudah seharusnya kita mengatur seluruh aspek kehidupan kita menggunakan aturan shahih yang berasal dari Zat Yang Maha Menciptakan. Aturan apakah itu? Maka apalagi kalau bukan Islam.

Islam diturunkan bukan hanya sekedar sebagai agama, melainkan sebagai sebuah sistem kehidupan. Karena itu, pengaturan urusan anak tidak akan lepas dari perhatian Islam. Islam memandang anak sebagai amanah dari Allah. Tentu amanah ini wajib dijaga dan dilindungi dengan sebaik mungkin oleh orang tua, masyarakat sebagai tempat mereka belajar kehidupan, dan juga negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas urusan masyarakatnya. 

Sinergi dari ketiga pihak ini akan menciptakan perlindungan terhadap anak yang meliputi fisik, psikis, intelektual, moral, ekonomi, dan yang lainnya. Selain itu, sinergi ini akan mewujudkan terpenuhinya hak-hak anak seperti kebutuhan sandang dan pangannya, menjaga nama baik dan martabatnya, menghindarkan dari kekerasan, juga menjamin kesehatannya. Dalam Islam konsep ini secara praktis diterapkan langsung oleh negara dengan sistem Islam. 

Pertama, dari sisi sisi keluarga, negara akan mendidik warga negaranya dengan tsaqofah Islam, sehingga keluarga yang terbentuk ialah keluarga Islami yang paham peran dan fungsi strategisnya. Seorang ibu akan paham menjadi ummu bwarobatul bait dan madrasatul ula bagi anak-anaknya. Sang ayah juga tidak melupakan perannya mendidik istri beserta anak-anaknya dengan Islam. Peran ini akan menjamin anak-anak mendapat hak pengasuhan terbaik. Selain itu, jaminan negara kepada setiap laki-laki untuk bekerja, membuat seorang ayah mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan keluarganya. Jaminan ini secara langsung akan membuat anak-anak terjamin gizinya dan kebutuhan lainnya. 

Kemudian yang kedua yakni dari sisi masyarakat. Masyarakat dengan sistem Islam adalah masyarakat yang memiliki budaya amar ma'ruf nahi mungkar. Budaya ini lahir karena syariat memerintahkan demikian. Karenanya, dalam masyarakat Islam, anak-anak akan mendapat contoh maqayis (standar), mafahim (pemahaman), dan qanaat (penerimaan) secara langsung. Anak-anak akan mampu memahami penerapan Islam dengan benar, sehingga mereka tidak akan terjerumus pada pergaulan bebas dan permisif sebagaimana dalam sistem hari ini. Selain itu, masyarakat yang peduli juga akan menjaga anak-anak dari kasus kekerasan, pelecehan, bullying, dan perbuatan amoral lainnya. 

Lalu yang ketiga, dari sisi negara yang memiliki seluruh perangkat aturan. Dalam hal ini, negara akan memastikan setiap anak tercukupi kebutuhannya berupa sandang, pangan, dan papan melalui jaminan kerja kepala keluarga. Jaminan pendidikan, kesehatan, dan keamanannya pun akan dipenuhi langsung oleh negara, sehingga setiap anak mendapatkannya secara gratis dengan kualitas terbaik. Negara juga akan menerapkan sistem sanksi bagi siapapun yang melanggar syariat Islam, termasuk pelaku kekerasan anak, pencabulan anak, dan sejenisnya. 

Maka begitulah Islam dalam kepemimpinannya, bekerja memenuhi segala kebutuhan anak, dan juga melindungi mereka. Sebab anak-anak adalah amanah. Mereka hanya boleh dididik sesuai keinginan Sang Pemberi Amanah, bukan sesuai cara pandang kehidupan kapitalisme. Lantas inilah alasan mengapa kebutuhan terhadap sistem penjagaan Islam begitu mendesak. Karena tanpanya, anak-anak tidak akan pernah mendapatkan hak-haknya secara optimal.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Peringatan Hari Anak Hanyalah Selebrasi?"

Posting Komentar