Sitemap

BBM Naik Harga, Kapitalis Semakin Berjaya

 Oleh : Vikhabie Yolanda Muslim 

Naik lagi, naik lagi. PT Pertamina (Persero) tampaknya kembali melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi di seluruh stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Indonesia mulai 1 September 2023 lalu. Penyesuaian harga tersebut dilakukan dalam rangka mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui SPBU. Pada September tahun ini, semua jenis BBM non-subsidi mengalami kenaikan harga, mulai dari Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamax Dex, Dexlite, hingga Pertamax Green 95 (databoks.katadata.co.id, 01/09/2023).

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, penyesuaian harga BBM non subsidi didasari oleh sejumlah aspek. Sesuai regulasi yang berlaku, Irto mengatakan bahwa pihaknya secara berkala melakukan evaluasi harga pasar. Evaluasi produk BBM non subsidi dilakukan mengikuti trend harga rata-rata publikasi minyak dunia, yaitu harga publikasi Means of Platts Singapore (MOPS)/Argus. Irto menerangkan bahwa penyesuaian harga BBM per Jumat 1 September 2023 sudah sesuai dengan keputusan menteri (money.kompas.com, 01/09/2023).

Meski kenaikan harga BBM hanya terjadi pada BBM non subsidi, tetap saja kebijakan ini jelas-jelas memberatkan rakyat, terlebih yang menggunakan kendaraan pribadi. BBM adalah salah satu kebutuhan pokok yang seharusnya disediakan oleh negara dengan harga murah. Namun, hal ini tentu tidak segampang itu. Bahkan jelas tidak mungkin terwujud ketika negara menjalankan sistem kapitalisme. Kesalahan mendasar sistem ekonomi kapitalisme yang dengan sadar diadopsi negeri ini adalah, BBM diposisikan sebagai objek komersialisasi yang boleh dikelola oleh siapapun, selama ia memiliki modal. 

Sistem kapitalisme pad hakikatnya, tidak menempatkan sumber daya alam termasuk migas sebagai kepemilikan rakyat. Padahal dasarnya, sumber daya alam adalah kepemilikan umum atau rakyat. Sebab, jika penguasaannya dikelola oleh segelintir orang, akan membuat sebagian yang lain sulit untuk mengaksesnya. Sementara saat ini, fakta yang ada telah menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya alam oleh pihak swasta, dibangun atas tujuan bisnis dan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan, bukan tujuan pelayanan.  

Lantas tak heran, para korporasi migas, akan terus menaikkan harga migas terlebih di tengah perekonomian kapitalisme yang sarat akan inflasi. Negara sendiri memiliki peran mengesahkan segala regulasi atau aturan yang memudahkan para korporasi berinvestasi dalam mengelola sumber daya alam yang ada. Sebab, sistem demokrasi-kapitalisme, meniscayakan negara berperan sebagai regulator semata, bukan penanggung jawab utama untuk mengurusi hajat hidup rakyatnya. Alhasil, tujuan utama negara bukan lagi untuk menyejahterakan seluruh rakyatnya, melainkan menyejahterakan sebagian kalangan saja, yakni para oligarki dan kapitalis. Lebih mirisnya lagi, negara seolah bersembunyi dibalik kata subsidi untuk menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat. 

Padahal, negara seharusnya menjadi pihak yang bertanggung jawab penuh dalam mengelola sumber daya alam milik rakyat, sehingga bisa diakses oleh seluruh rakyat dengan harga murah bahkan gratis. Gratis? Apa iya bisa murah bahkan gratis? Jawabannya tentu saja iya. Tapi buka dengan tata kelola BBM ala kapitalisme. Lantas dengan apa? Tentu dengan tata kelola dalam sistem Islam yang diterapkan langsung dalam tatanan negara. Sebagai negara yang menerapkan ideologi Islam, BBM akan dikelola sesuai dengan tuntunan syariat Islam.

Dalam tinjauan syariat Islam, BBM adalah salah satu sumber daya alam milik umum, karena jumlahnya yang terhitung melimpah dan dibutuhkan oleh seluruh masyarakat. Dengan demikian, Islam melarang kepemilikan dan pengelolaan BBM diserahkan kepada swasta. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Berserikatnya manusia dalam ketiga hal tersebut bukan karena zatnya, tetapi karena sifatnya sebagai sesuatu (barang) yang dibutuhkan oleh orang banyak atau komunitas. Dalam artian, jika barang ini tidak ada, mereka akan berselisih atau terjadi masalah dalam mencarinya, karena ketiga hal ini termasuk fasilitas umum yang dibutuhkan secara bersama oleh rakyat.

Dengan demikian, apapun yang memenuhi sifat sebagai fasilitas umum dan masyarakat membutuhkan serta memanfaatkannya secara bersama, pengelolaannya tidak boleh dikuasai individu, swasta, bahkan asing. Negaralah pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan harta milik umum tersebut. Dalam hal minyak bumi, negara berkewajiban mengelola dan mendistribusikan hasilnya kepada masyarakat secara adil dan merata, serta tidak mengambil keuntungan dengan memperjualbelikannya kepada rakyat secara komersial. Lantas jika negara mengambil keuntungan, maka negara wajib mengembalikan seluruhnya kepada rakyat dalam berbagai bentuk. 

Dengan tata kelola minyak bumi yang berdasarkan pada syariat Islam, negara akan mampu memenuhi kebutuhan bahan bakar untuk rakyat. Negara juga memberikan harga yang murah, bahkan bukan hal yang sulit untuk memberikan secara gratis. Dalam Islam, minyak bumi dan gas alam adalah harta milik umum yang pengelolaan dan ketersediaannya dikelola langsung oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sehingga, seharusnya tidak ada kata klasifikasi antara subsidi dan nonsubsidi, melainkan hanya ada kata BBM murah atau gratis untuk semua kalangan.  

#hargaBBMnaik

#pertamina

#kapitalis

#islam

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "BBM Naik Harga, Kapitalis Semakin Berjaya"

Posting Komentar