Sitemap

Di Balik Selimut

Cerita Pendek Roman


 By | Azazil

    Musim hujan telah tiba, yang pastinya diiringi oleh rasa dingin dan bagi beberapa tulang yang di selimuti daging empuk, itu cukup menyiksa seperti diriku ini yang sedari pagi terbenam di dalam selimut tebal berbulu, ahhhh.. pasti kalian pikir aku sedang bermalas-malasan kan, tidak... tidak seperti anggapan kalian, melainkan aku sedang berjuang  melawan Hipotermia yang menjadi distraksi dalam kehidupan ku karna sekarang ini aku berada disebuah rumah di kaki gunung Rinjani yang di sebut dengan Sembalun Lawang.

     Oh ya ada kata pepatah yang mengatakan “tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta” jadi perkenalkan namaku Taufan Akbar kalian bisa panggil aku Taufan bisa juga Akbar, terserah mau pakai yang mana saja intinya jangan pakai panggilan teman-temanku mereka sedikit kurang ajar, sering memanggilku Angin Topan (haha.. Tidak lucu sama Sekali).

     Sedikit memberi informasi agar kalian sebagai pembaca tidak berspekulasi negatif padaku tentang Hipo yang aku derita, ini berawal dari beberapa tahun yang lalu kala pertama aku datang ke lereng Rinjani tepatnya di kediaman Paman Oki adik dari ibuku, aku yang tidak tahu bahwa diriku mengidap Hipo sialan ini, menyadari kehadirannya setelah aku terbangun di poskesmas seusai aku bergurau dengan Rinjani mencoba main-main dengan ketinggiannya namun baru saja sampai di Bukit Penyesalan tepat pada jam 3 dini hari kala timku sedang beristirahat sementara aku sudah tidak tahu menahu apa yang telah terjadi, maka dari sana lah Hipo sialan ini menghantui diriku dan sekaligus membuatku benci pada rasa dingin.

     Namun bukan masalah Hipo sialan ini yang akan aku bagikan dalam ceritaku melainkan tentang musim hujan, musim hujan yang menyimpan satu memori kenangan pada otakku, darahku, dan mungkin sampai pada jiwaku. Dan ini cerita bagaiman aku mencintai dirinya dalam diam lalu menemukannya di satu momen yang takkan pernah akan kulupakan, satu hal yang paling segar dalam benakku adalah kala pipi cabi itu memerah dan mata sendunya terbelalak menatapku di depan teman-temanku.

     Aku membuat satu dosa pada dirinya karna satu hal..

     Ini bermula dari sebuah kegiatan organisasi yang mengharuskan calon anggota barunya membuat karya tulis, dan dengan konsep sang adi kodrati aku adalah salah satu dari anggota organisasi itu, dan hebatnya lagi aku di tugaskan sebai penerima naskah karya tulis dari calon anggota baru.

     Dengan waktu yang sudah ditentukan para calon anggota baru ini yang sering kami singkat dengan “CA B” (cabi) mengumpulkan karya tulis mereka, awalnya biasa-biasa saja karna dari sekian banyak “CA B” yang mengumpulkan karya tulis mereka aku hanya berfokus pada judul-judul garing dan isi tulisan yang tidak menggugah gairahku sama sekali, dan ketika satu karya tulis yang berjudulkan “Untukmu Dari Hujan” dan yang mengantarkan karya tulis itu sosok jelmaan bagiku, jelmaan Bidadari yang tengah mencari selendangnya seperti dalam kisah Joko Tarub  membuat fokusku buyar-ambyar terlebih isi tulisanya cukup membuatku hampir meneteskan air mata, sialnya lagi saat itu turun hujan jadi si “CA B” yang mengantarkan karya tulis itu terpaksa menahan dirinya untuk segera pamit dari tempat sederhana yang seketika menjadi istana kala kedua mata kami beradu.

     Aahhh.. sialan kenapa waktu itu aku tidak berani berkata apa-apa padahal kami cukup lama beradu pandang dan yang terjadi malah si Hamdun yang menawarkan kursinya untuk di hinggapi bidadari itu, dalam hatiku berbisik semoga setelah hujan reda tidak muncul pelangi, karna aku khawatir ia akan pulang kekayangan dan aku seperti si Tarub. 30 menit berlalu hujan belum juga reda sedangkan jam sudah menunnjukkan pukul 4 sore, 2 jam berlalu sialan aku jadi bersyukur hujan tak kunjung reda bahkan aku bermunajat agar hujan itu tambah deras dan tak kunjung usai.. hahahaha...

    Mungkin menurut kalian, ya kamu pembaca, aku sudah cukup dikatakn egois kala jatuh cinta, aku jatuh cinta pada bidadari itu, kau ingin tahu siapa nama bidadari itu? Namanya Bunga, aku tahu namanya bukan karna aku berani untuk berkenalan, karna aku termasuk orang yang canggung kala di samping wanita yah bisa kalian bilang aku sedikit Introvert pada wanita tapi kalian sendiri sudah tahu aku adalah anggota yang bertugas sebagai penerima naskah, jadi?

     Satu tahun berlalu..

     Musim hujan datang lagi, kini bidadari itu sudah tidak lagi di juluki “CA B” (cabi) karna ia sudah resmi menjadi anggota namun ia belum juga aku resmikan yaaa.. karna kebodohanku hanya mencintainya diam-diam dan mengaguminya dari kejauhan, yang terkadang di balik selimutku aku tersenyum kasmaran sendiri ketika melihat poto atau membaca tulisan-tulisannya meski terkadang aku meneteskan air mata oleh rasa cemburu yang aku pendam sendiri karena bidadari atau si Bunga kerap kali digombali oleh teman-temanku sendiri.

     Dan dimusim hujan ini aku menebus dosaku padanya, dosaku mencintai dan menyayanginya tampa pernah aku tunjukkan sedikitpun hingga kesannya aku selalu berbohong kala beradu pandang dengannya, dan dosa dimana aku marah padanya oleh api cemburu tanpa bisa meminta maaf padanya. Kau penasaran bagaimana aku menebusnya?

     Dosa-dosaku itu tertebuskan bertepatan pada hari ulang tahun seorang sahabat kami diorganisasi, Erma sahabat kami yang sedang ulang tahun waktu itu mengundang serta si Bunga untuk menghadiri acarnya. Dan aku  sangat ingat waktu itu acara ulang tahun Erma dirayakan disalah satu kafe dekat kampus kami, aku sendiripun tidak tahu kalau si Bunga akan Hadir.

     Diundangan tertera acara akan dimulai pada pukul 4 sore hari, aku mengkhawatirkan akan kehujanan di jalan hingga aku datang lebih awal, dan benar saja saat jam menunjukkan pukul 4 lebih, gerimis mulai turun dengan semberononya tampa mengucap permisi, aku yang kala itu sedang duduk santai di temani kopi hangat dan sebuah buku di salah satu meja yang tepat didekat jendela. Aku menutup buku bacaan ku, menyeruput kopi lalu memandang ke arah jalan yang tengah di amuk gerimis yang mulai memperbesar bulirnya.

     Kala itu juga mataku terbelalak melihat 2 orang wanita yang barus aja turun dari taxi lalu berlari kecil beriringan menuju kafe dan salah satu dari 2 wanita itu adalah Bunga, ia mengenakan gaun abu dengan motif yang menggoda mataku dan ia nampak seperti layaknya panggilan pertamaku padanya yaitu Bidadari.

     Singkat cerita segala macam ritual acara ulang tahun telah usai, namun hujan turut hadir dengan derasnya hingga aku dan teman-teman yang lain memutuskan untuk bertahan sejenak di kafe. Untuk mengisi kekosongan waktu salah seorang teman menngusulkan sebuah permainan dimana orang yang kalah atau yang kena tunjuk harus menjawab pertanyaan dari pemenang. ronde awal aman, begitu pun dengan ronde dua, tiga, empat dan lima. Dan pada ronde keEnam sebuah keajaiban terjadi meski nyatanya saat itu aku dalam posisi yang kalah, tapi tuhan memang hebat dan sungguh luar biasa dimana kala itu aku harus menjawab pertanyaan dari Nardi, mau tahu pertanyaannya? Jadi seperti ini “Taufan.. kita sudah lama bareng semenjak semester 1 sampai sekarang smester 7 bahkan kita bareng disatu organisasi, tapi aku belum pernah mendengar apa lagi melihat kau dekat dengan cewe, jadi sebenarnya ada tidak cewe yang benar-benar kau naksir? Dan jika ada siapa itu?”

     Jadi pembaca yang baik hati.. salahkah jika aku dalam hati mengatakan bahwa Nardi ini sangat kurang ajar? Coba saja kalian bayangkan masa dia mau mencampuri urusan pribadiku terlebih membukanya di depan umum seperti ini.. ini cukup ada pada ceritaku jangan pada cerita kalian. Tapi satu sisi aku melihat adanya peluang yang diberikan si Nardi sialan ini.

    Tapi apa kalian tahu bagai mana aku kala disuguhi pertanya itu? Ya aku merasa seolah jantungku sejenak tak mampu memompa darah lagi meski terpampang jelas peluang emas didepan mata untuk membuat si Bunga sang bidadari ku tahu akan harta karun yang terkubur dalam dihati ini. Aku mengumpul segenap energi-energi hujan yang sedang melepas rindu pada bumi, dan segera membulatkan tekatku untuk melahap pertanyaan itu.

    Ku tarik nafas dalam-dalam beberapa kali lalu dengan yakin menjawab pertanyaan itu, yang pastinya jawabanku membuat pipi cabi si Bunga memerah di iringi mata sendunya yang terbelalak memandangku dan terdiam beberapa waktu lalu mengangguk seraya menunduk, dan aku pun ingin teriak mengatakan bahwa aku telah menebus dosaku pada bidadariku si Bunga namun tertahan begitu saja.

...................

     Itulah cerita momen musim hujanku beberapa tahun lalu yang menjadi kenangan indah dikepalaku  ini, namun asal kalian tahu aku masih memiliki satu dosa lagi, satu dosa di musim hujan ini pada kalian pembaca yang baik hati. Karna sebenarnya aku tidak sendirian berjuang menghadapi Hipo ku dibalik selimut berbulu ini, di sebabkan sedari tadi  Bunga lah yang bersamaku di dalam selimut ini.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Di Balik Selimut"

Posting Komentar