Lembaran Waktu
Oleh : Azazil
hanya
sisa-sisa kertas penuh tulisanmu dan laptop ini yang kini menemaniku. aku
berjalan menyusuri rumah ini, suaramu masih melekat di setiap jengkal dinding
rumah ini, gurawanmu turut menyertai membayang dan melintas berkelebatan kesana
kemari, kuraba dada ku yang menyimpan detak-detakmu. Ku langkah kan kaki
kekamar mu kubuka perlahan dan kala pintu itu terbuka bayangganmu melintas
menabrakku hingga aku bertekuk lutut dan meraung mengingat 13 hari yang lalu
kau pernah katakan “sayang.. aku sudah
menyelesaikan cerita yang aku tulis nah besok giliranmu melanjutkan semuanya,
semua aku simpan disini kau pasti bisa menemukanya sendiri”.
Kupaksa diri ku bangkit dan kuperhatikan
dengan baik kamarmu, sungguh betapa rapinya, kau mematahkan persepsi banyak
orang tentang penulis yang selalu berantankan yang nyatanya dirimu begitu
memperhatikan lingkunganmu, Oh Angin ku Sayang maafkan aku sebenarnya aku pun
sempat berfikiran seperti itu, sebelum aku mampu menyaksikan semuanya, dan
sebelum aku mampu melangkah sendiri menemukan naskah yang telah kau janjikan
untukku.
Kuraih tumpukan kertas yang tersusun rapi
di atas mejamu, kala ku sentuh itu kurasakan hangatnya jemarimu yang menyusun
rapi kertas-kertas itu, detik pertama sempat aku mengucap Tidak untuk membacanya. Kutarik nafas ku dalam-dalam dan kutatap lembar
pertama yang bertuliskan Lembaran Waktu
teruntuk kekasihku tersayang Wulan, tanganku gemetar mata baru ini pun
terasa panas dan tak terasa mengalirlah sungai kecil dipipiku.
Kuputuskan
untuk membaca habis Naskah itu...
v
Nama ku Angin, aku bukan lah orang yang
hebat untuk semua hal karena yang kubisa hanya menulis dan bernyanyi Hahahaha.. aku bercanda. Ohya aku
menulis Lembaran Waktu ini untuk sesosok Bidadari cantik yang di turunkan tuhan
dari surga untukku dan dia adalah Wulan Purnongo, wanita yang begitu mengerti
kesibukanku. Aku pernah dapat omelanya ketika suatu hari dimusim hujan aku
menjanjikannya untuk datang kerumahnya seusai rapat kerja di kantor, dan omelan
itu aku dapatkan karna aku telat datang kerumahnya satu kalimat yang sangat
berkesan yang pernah ia ucapkan “sayang
maaf aku tadi marah, aku tau kau sibuk bukan hanya dikantor saja melainkan
dikomunitas yang tengah kau rintis bersama sahabat-sahabatmu, tapi sedikit
tidak kau harus jaga kedesiplinanmu masa untuk orang terkasih dan tersayangmu
kau masih telat?, jangan hanya disiplin di kantor saja”. Kau wanita hebat
yang sungguh sangat hebat kau mampu menaklukkan ku yang keras kepala ini.
Aku dan Bidadariku Wulan pertama kali
bertemu ketika kami sedang mengikuti lomba menulis di kampus, aku sangat kagum
padanya dikarenakan Wulan sangat lah cantik dan menawan namun rasa kagum itu
lenyap ketika ia mematahkan harapan ku untuk menjadi juara 1 dan terpaksa aku
menelan rasa kekalahan dengan juara 2 yang tidak pernah kuharap itu, egois sekali diriku.. hahaha. Dan kala
itu wulan masih smester 3 jurusan Bahasa sedang aku sudah smester 7.
Wulan membuatku merasakan apa itu
kekalahan, jujur waktu itu aku merasa kalau Wulan adalah saingan terberatku dan
aku harus merebut kembali peringkat satu itu darinya, namun hebatnya dia, dia
yang memberiku rasa kecewa dia bupala lah yang mengobatinya.
“Selamat malam
ka” chatnya pertama kali dari via Watshap.
“Benar
ini dengan kaka Angin Anggara” lanjutnya.
Awalnya aku enggan dan masih gengsi untuk
menjawab chatnya, namun mengingat aku sempat mengaguminya selama satu tahun dan
terinpirasi dari dia lah aku mendapatkan juara 1 diberbagai lomba lainya, ya
pastinya sebelum kami bertemu untuk bersaing.
”ya
benar.. ada apa ya?” jawabku.
“sebelumya
Tiyang[1] suka
banget sama cerita yang kaka tulis” ujarnya melanjutkan chat itu.
“dan
seharusnya kaka yang juara satu bukan Tiyang,
karna sewaktu tiyang baca ceritanya
kaka, tiyang ngerasa masuk kedalam
ceritanya ka.. hmmm keren bangeet” lagi dia melanjutkan dengan bumbu-bumbu
pujian, padahal aku belum sempat membalas chat yang satunya.
“Pengen
tiyang belajar dari kaka bikin cerita
semenarik itu.. kalo kaka mengizinkan tapi..”Ujarnya lagi menyambung.
Duh ni anak kenapa chatnya beruntun begini
dalam benakku yang mendapat chat beruntun
darinya. Akhirnya ku coba menjawab seperlunya saja, meski dalam hati kecil
mengumam kalu itu adalah sebuah kesempatan bagiku untuk dekat dengan wanita
yang begitu aku kagumi, apalagi kami memiliki kesamaan dalam hal menulis.
Benar saja setelah beberapa bulan sering
bercura via chat Watshap kami berdua merasa nyaman satu sama lain, dan aku
bertambah kagum padanya diamana suatu hari ia mengirimiku poto piagam
penghargaan sebagai penulis Nasional karena sukses menterbitkan sebuah buku
Antalogi Cerpen Roman, mungkin karna aku tertular sifat lemah lembutnya hingga
waktu itu aku malah merasa ikut bahagia atas pencpaiannya tidak seperti dulu
lagi merasa sangat kecewa kala melihatnya melampauiku.
v
Anginku sayang rupanya kau menulis segala
hal tentang pertemuan kita, dan tidak kurang satupun kau tuliskan moment itu, Anginku
sayang andai saja kau disini aku ingin bersandar di bahumu dan mendengarkan kau
yang membacakanku tulisan-tulisan romantismu yang sesekali kau cium keningku
kala kau temukan kaimat yang membuatku
mersa entah bagaimana oleh indahnya karya jemarimu.
Saat hampir habis kubaca naskah yang kau
tulis kutemukan lembaran-lembar terakhir dari tulisanmu yang di sana
terbubuhkan sebuah paragraf singkat “Wulan
Purnongo kekasihku tersayang, Ini adalah bagian terakhir dari kisah yang aku
tulis, ini senganja aku tulis 13 hari sebelum kau akan temukan tulisan ini,
maaf jika aku tidak disana kala kau membacanya..”.
Hatiku sesungguhnya menolak untuk membaca
bagian terkhir itu karna aku takut jika kisah ini habis aku baca maka
kepergianmu sungguh tersa pada diriku, namun kau memang juaranya membuatku
penasaran Angin. Perasaanku bercampur aduk, bergejolak entah tak karuan, hingga
ku ambil kputusan untuk membacanaya.
Jujur tanganku gemetar kala lisanku mulai
membaca naskah terakhir dari Angin, sebegitukah engkau mencintaiku Angin, Aku
menyangimu namun sekarang aku merasa sayang itu tercemar dengan kebencianku,
aku benci kau membuatku sakit dengan besarnya rasa Cintamu padaku.
v
Wulan Purnongo, wanita ini sudah lebih
kurang 2 tahun disampingku, selama itu kami menjalani kehidupan sebagai
pasangan kekasih, melewati pahit manisnya sebuah hubungan asmara. Aku sudah
mempersiapkan sebuah kejutan untuk Wulan di tahun ini, hari ini adalah hari
Ultahnya dan harapku semoga kejutan yang aku beri padanya mampu membuatnya tersenyum
seperti dulu lagi, memngingat tragedi 7 bulan yang lalu yang menyebabkan Wulan
meredup tak Purnama lagi.
Ingatanku melemparku pada kejadian itu,
itu semua salahku aku terlalu egois dalam menyikapi setiap permasalahan,
bukanya ingin menang sendiri tetapi waktu itu entah apa yang terjadi aku begitu
emosi melihat Wulan yang di-Pidangi[2] orang
lain, apalagi Pidangan itu terlihat
seolah kujungan keluarga calon dengan hadirnya beberapa onggok keluarga dari
si-Pemidang, dan bodohnya lagi aku
malah tidak menghiraukan semua penjelasan Wulan bahwa orang itu datang bukan
karna keinginanya melaikan diundang oleh Mamiq[3]. Aku
yang sudah tersulut amarah tidak menghiraukan semua yang Wulan lakukan untuk
menenangkanku, dengan alasan bahwa jelas sekali terlihat oleh matakepalaku
keakraban di antara duapihak keluarga terlebih ketika di sebut soal-soal Merarik[4]
“
ka Tiyang tau Side marah sama Tiyang, tapi setidaknya Side bisa mengerti dan
pikirkan ulang apa yang sudah Tiyang jelaskan lakukan Side memaafkan Tiyang”
satu pesan Wulan yang mungkin adalah pesan Whatshap terakhirnya untuk ku.
Namun....
“
Selamat ulang tahun Kaka Angin ku Tersayang, Tiyang selalu sayang Side” chatnya
berlanjut
Aku agak sedikit janggal dengan chatnya
yang tidak pakai singkatan sama sekalli, Namun karena waktu itu aku masih dalam
amarah, sifat Egoisku mencuat kepermukaan, aku enggan membalas chatnya meski
aku sendiri tahu bagaimana pengertianya wulan padaku, bagai mana khawatinya ia
dengan kondisi diriku yang diselimuti amarah dan bagaimana Cintanya yang tidak
mungkin membuatnya berpaling.
Tepat Jam 10 malam WITA aku menerima
telpon dari sepupunya Wulan
“
Maaf ka Angin Tiyang nelpon Malam-malam begini..” ucapanya dalam telpon namun
belum sempat ia selesai bierbcara aku langsung menutup telpon itu karna aku
sanagat hafal dengan suara itu terlebih aku masih dalam keadaan marah jadi
sangat enggan rasanya berbicara dengan siapapun, namun tidak lama telponku
berdering lagi.
Ahh.. ini anak
mau apa sih menta Ice Crime lagi?.. haahh paling mentok mau ucapin HBD
“
ka Angin plis jangan di matiin dulu penting bangett..” tiba- tiba nada
bicaranya berubah dari suara sebelumnya, aku menjadi penasaran.
“
Iya ada apa? Apa yang penting..?” tanyaku
“
ee..emmm.. mmm.. begini ka”
“
Begini apanya..?” desakku tidak sabar namun agak sedikit curiga
“
emm.. mmm.. ka Wulannn.. Ka Wulan masuk rumak sakit ka..kak Wulan kecelakaan
ka..” ujarnya lagi dengan terbata-bata seolah takut untuk memberitahukan itu
padaku.
“
Haahhh.. kok bisaaa?” tanyaku lagi karna seingatku Wulan termasuk orang yang
sangat berhati-hati.
“sebaiknya
kaka segera datang kerumah sakit” ucapnya lalu Tut Tuutt.. telpon dimatikan tanpa ada kalimat penutup sama sekali.
Tanpa pikir panjang lagi segera aku ambil
jaket ku yang menggantung, sempat kesulitan mencari kunci motor nampun dengan
segera aku temukan, bibi yang saat itu sedang nonton Drama Korea
kesayanganya diTV mengherankan sikapku
yang terburu-buru dimalam yang sepi itu, ia bertanya namun aku tak menggubris
sama sekali.
Hujan yang turun tak lagi aku hiraukan
kehadirannya, hati dan pikiranku hanya tertuju pada Wulan Purnongo kekasih hati
yang saat ini begitu aku khawatirkan keadaanya, memacu sepeda motor dengan
kecepatan tinggi membautku sedikit kehilangan konsetrasi hingga hampir saja aku
tergelincir di salah satu tikungan jalan.
Singkat cerita sesampai kau disana yang ku
temui adalah kedua orang tua Wulan dan adik sepupunya yang terduduk lemas,
namun di sebrang kursi tempat mereka duduk aku lihat sosok yang aku kenal dan
mungkin aku benci kehadiranya di sana.
v
Angin ku sayang maaf aku sedikit kecewa
membaca bagian naskah ini, namun disini aku melihat bahwa rasa cemburumu itu dikarenakan
cintamu yang begitu besar dan tulus pada diriku. Dan kau mengingatkan ku
tentang kejadian itu dimana itu adalah hari Ulangtahunmu Angin ku tersayang
tapi yang aku sesalkan seharusnya kita tidak bertengakar di hari itu hingga
rasanya tuhan merubah semua rencananya untuk kita.
Tiba- tiba saja aku teringat puisimu yang
berjudulkan “Adakah Tuhan yang Adil”
karena seolah bagian dari naskah ini adalah perwujudan dari puisi mu itu.
Hingga aku takut namun semoga saja kali ini kau menuliskan hal-hal indah untuk
kita.
“Untuk
kita?..........”
Seketika airmata menggenang kala aku
menggumamkanya dalam hati, karna seolah kau abadi oleh tulisanmu Angin,
Sayangku... akankah puisi yang kau tulis
itu kini nyata pula bagi ku, tanya ku tak satupun akan terjawab karna itu
semua telah terjadi.
Angin aku membenci mu tapi aku sangat
mencintaimu, aku membencimu karena hanya tulisanmu yang menemani ku sekarang
bukan wujud nyata dirimu. Kuhabiskan tangisku sembari memeluk lembar-lembar
naskah yang kau tulis. Cukup memakan waktu untuk meredakan airmataku, dan kala
airmata ku sudah mulai menyurut ku tatap naskah itu lagi, ternyata masih
tinggal beberapa halaman, ku buka perlahan halman selanjutnya ternyata itu
sudah memasuki bagian terakhir dari tulisan angin dan tertera sebuah judul. “Bagian Terhir: Kala Aku Takut Kehilangan
Wulan”
v
Setelah mendapat penjelasan dari sepupunya
Wulan, aku sadar bahwa itu semua kesalahanku aku yang membuat Wulan menjadi
banyak pikirin. ya... aku tau apa yang ia pikirkan pastinya tentang ku, tentang
pertengkaran kami, dan aku tak sadar ternyata wulan begitu memperhatikan ku
hingga ini terjadi hanya karna ia ingin merayakan Ulang tahunku. Kini wulan
harus menggunakan bantuan kursi beroda untuk berjalan dan bantuan orang lain
untuk mengenalisemua hal di sekitarnya, parahnya lagi dokter menyatakan bahwa
kini jantung Wulan menjadi lemah, aaahhhhhhhhh....
Saat malam menjelang tiba,, aku termenung
di pelataran rumah memandangi senja namun bukan senja yang ada dalam benak ku
melainkan Wulan Purnongo ku tersayang, tak habis pikir ku membayangkan suramnya
dunia Wulan karna sebab keegoisan diriku, dan setelah malam sudah setengah
menghabiskan waktu, kala itu ku dapatkaan sebuah keputusan untuk menebus
semuanya untuk Wulan.
Saat ingin kubaringkan kepala untuk segera
menyambut hari esok, mataku menolak untuk tidur aku takhenti-hentinya
memikirkan tentang Wulan, rasa bersalah dan cemas beraduk menjadi satu dalam
benak ku hingga tanpa ku sadari aku sudah tersedu oleh airmata, dalam hati ku
katakan “ Tuhan aku takut, aku takut jika harus kehilangan Wulan, apa yang
harus aku lakukan?”. Tangis ku menjadi ditengah gelap malam nansunyi utu hingga
tanpa kusadari aku sudah terlelap oleh airmataku.
Pagi harinya kusegerakan menemui Wulan
dirumahnya, kubawakan ia makanan kesukaanya, tidak lupa ku kenakan farfum
kesukaanya agar ia tahu bahwa yang datang padanya adalah kekasihnya. Sesampai
ku didepan gerbang rumah Wulan, ternyata wulan sedang duduk di teras rumahnya,
ia duduk dengan annggunnya dengan wajah cantiknya yang selalu menghiasi
dirinya, ia ditemani si adik sepupu.
Namun bukan bahagia yang rasa kala melihatnya
tak seperti hari-hari sebelumnya karena hatiku begitu terenyuh melihatnya duduk
diatas kursi roda, Wulan ku sayang
mengapa ini terjadi, ketika aku ingin
menghabiskan waktu bersama dirimu malah ini yang aku temukan.
v
Angin setelah kubaca bagian terakhir ini,
aku sadar rupanya hari itu adalah hari terakhir kau datang kerumah, hari
terakhir kau mencandai diriku, dan khari terakhir kau mengkecup keningku.
Dan Anginku sayang kau membuatku tambah
membenci dirimu, kau tak pikirkan bagaimana diriku menjalani hari-hari tanpa
hadirmu, Anginku sayangg.... aku ingin menggengam tangan mu tapi aku membencimu
kau tak memberitahu sama sekali, bahkan kau tidak mengucapkan kata selamat
tinggal untuk ku. Seolah kau memberiku harapan kau akan segera kembali, meski kenyataankan
kau tak akan pernah lagi kembali. Asala kau tahu Angin setelah kedatanganmu
hari itu aku sangat mengharapkan hadirmu lagi, menanti dalam kerinduan, namun
jawaban yang kau beri adalah Naskah ini.
Dan kalimat terakhir yang kau tuliskan
membuatku entah merasakan apa. “Wulan
Purnongoku tersayang kini naskahku sudah berakhir dan kini aku dan dirimu sudah
menyatu, jantung dan mata ini kini milikmu sayang, ini adalah caraku untuk
membuatmu tetap bahagia dan ini caraku agar terus bersama dirimu”. Kalimat
itu membuatku tersungkur lemas untuk kesekiankalinya, kubangkit mendongakkan
kepala namun yang terjadi malah erangan tangis yang menjelma dalam diriku.
Angin
kau begitu tega kau pergi jauh hanya karna demi kebahagianku, dan hanya karna
kau tak ingin jauh dariku. Itu kalimat Kontrsdiksi dan aku sadar, hingga
aku sedikit marah lalu membantik naskah yang kau tulis lalu kembali terbenam
dalam tangis dan sedh hingga takku tahu Angin sampai kapan aku akan seperti ini
karena dirimu.
“Kuikhlas
jika harus pergi, ku ikhlas harus berpindah alam, jika memang itu adalah syarat
yang harus di tempuh untuk bersamamu Angin ku sayang... Aku ingin Bersama mu..”
Derai air mataku memjadi penutup
naskahmu...
[1] Saya (bahasa halus Sasak)
[2] Kunjungan dari orang yang memiliki perasaan asmara (Bahasa Sasak)
[3] Pangilan bapak untuk keturunan bangsawan Sasak
[4] Pernikahan (Bahasa Sasak)
0 Response to "Lembaran Waktu"
Posting Komentar